Maju atau Meninggalkan di Medan Pertempuran?
- "memilih mundur dan meninggalkan teman di medan pertempuran itu boleh
saja. tapi jika ternyata pertempuran itu berhasil dimenangkan sangatlah
tak pantas jika anda merasa berjasa"
Mendengar kotbah ini jadi teringat pada apa yg aku alami 6 tahun lalu.
Saat itu aku berada pada posisi yg sangat dilematis. Antara tetap
bertahan dan atau menyatakan menyerah dan kalah.
Jika aku mundur maka sia sialah perjuangan dan pengorbanan keluargaku
selama ini. Hancur sudah semua mimpi para staff dan pegawaiku yg selama
itu begitu sangat antusias. Mereka yg begitu setia bekerja pagi sampai
malam bahkan terkadang sampai tak tidur untuk menyelesaikan pesanan
furniture klien. Mereka tak pernah mengeluh walau hanya mendapatkan
hasil yg pas pasan.
Melihat antusiasme mereka dlm bekerja. Aku jadi sangat menghormati
mereka. Bagiku mereka bukanlah pegawai tapi mitra. Tiap bulan aku lebih
mengutamakan melunasi gaji mereka walau aku harus rela tak menerima gaji
sampai berbulan-bulan karena kucuran modal investor yg tersendat pada
waktu itu. Untunglah aku masih punya side job sebagai freelance
programmer utk tetap bertahan.
Dalam beberapa kali rapat dengan para staff dan pegawai waktu itu aku
terus mendoktrin mereka dengan kata "last man standing". Sebuah filosopi
hidup yg dari dulu aku pegang sebagai bentuk semangat "tak akan pernah
menyerah" sampai titik darah terakhir. Karena "last man standing" itulah
sang pemenang. Ibarat semboyan "sekali layar terkembang surut kita
berpantang". Tapi segala tekanan telah membuat aku limbung dan akhirnya
tidak kuasa mempertahankan idealisme dan filosofiku sendiri.
Akhirnya setelah bermeditasi di sebuah pura di pinggir tebing Uluwatu
Bali tengah malam bersama salah satu boss dan rekan-rekanku. Aku pun
memutuskan mundur. Aku memilih meninggalkan semua impianku. Sejak saat
itu aku memutuskan kontak dengan mereka semua. Aku benar benar ingin
memulai lagi semua dari awal.
Tapi sifat manusiawiku terus meminta aku untuk mengintip bagaimana
keadaan mereka saat ini. Saat aku lihat perusahaan yg aku tinggalkan
dulu sepertinya berhasil bangkit perasaan galau mulai muncul. Aku
kembali mengenang jasa jasaku. Aku merasa bahwa mereka berhasil karena
akulah yg dulu memperjuangkannya dengan segala pengorbanan. Aku
benar-benar bagai jenderal pengecut yang meninggalkan prajuritku
ditengah medan tempur sambil mengintip dari balik pepohonan.
Hingga akhirnya aku lebih banyak menghabiskan waktu merenung dan
mengurung diri. Cukup lama aku menghabiskan waktu dalam kegalauan hingga
akhirnya suatu hari disebuah kebaktian rohani aku mendengar kotbah
tentang "keikhlasan". Dalam kotbah itu seolah-olah aku ditampar
habis-habisan oleh sebuah kalimat: "jangan suka menyalahkan orang lain
atas kegagalanmu dan jangan pula suka merasa berjasa atas keberhasilan
orang lain" yang masih sangat aku ingat sampai saat ini. Saat itulah aku
tersadar bahwa tanpa keikhlasan aku tak akan pernah bisa bangkit.
Aku bersyukur pernah mengenal mereka para staff dan pegawaiku dulu.
Mereka adalah orang-orang hebat yang pantas mendapatkan lebih dari apa
yang mereka dapatkan waktu itu dan aku kembali bersyukur bahwa mereka
pun sudah menjadi orang2 hebat sekarang.
Sebuah keputusan pasti menghasilkan akibat dan itu semua harus kita
terima dengan lapang dada dan tanpa penyesalan. Yakinlah bahwa Tuhan
tidak akan pernah meninggalkan kita sendiri. Bangkit dan teruslah
berjuang untuk hidupmu. Yakinlah bahwa semuanya akan indah pada
waktunya. Mudah-mudahan kisah ini bisa menjadi penyemangat buat anda
semua yang mungkin sedang dirundung kegalauan atas keputusan pahit yang
anda ambil. God Bless You. - Ianmedan
Selasa, 16 Februari 2016
idn9.com
Jasa Pahlawan
Keihklasan
Maju Pertempuran
Perjuangan Bisnis
Strategi Pertempuran
0 Response to "Maju atau Meninggalkan di Medan Pertempuran?"
Posting Komentar